Pajak merupakan salah satu alat utama bagi pemerintah untuk mendapatkan pendapatan yang dibutuhkan guna membiayai berbagai program dan kebijakan pembangunan. Dalam hal perpajakan, seringkali muncul istilah “hubungan istimewa” yang dapat berdampak besar terhadap keadilan, transparansi, dan efisiensi sistem perpajakan. Tulisan ini akan membahas konsep hubungan istimewa dalam pajak, implikasinya, serta langkah-langkah yang diambil untuk mencegah penyalahgunaan dalam hal ini.
Pengertian Hubungan Istimewa
Berdasarkan Pasal 33 ayat (1) PP Nomor 55 Tahun 2022, hubungan istimewa dalam konteks pajak mengacu pada hubungan atau transaksi antara pihak-pihak yang memiliki keterkaitan atau keterlibatan khusus satu sama lain seperti kepemilikan atau penyertaan modal, penguasaan, atau hubungan keluarga sedarah atau semenda. Hubungan ini dapat mencakup relasi antara perusahaan dengan pemegang saham utama, anggota keluarga, atau pihak-pihak terkait lainnya yang dapat mempengaruhi transaksi atau pengaturan pajak.
Lihat Juga : Pengertian Objek Pajak PPh dan Tujuannya
Dasar Hukum Hubungan Istimewa
Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh)
Berdasarkan Pasal 18 Ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang telah berganti menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) dan kemudian penyesuaian lagi menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan (UU HPP). Dalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa hubungan istimewa terjadi jika:
- Wajib pajak memiliki penyertaan modal sebesar minimal 25% pada wajib pajak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, hubungan istimewa juga terjadi jika wajib pajak memiliki penyertaan modal sebesar minimal 25% pada dua wajib pajak atau lebih, atau jika terdapat hubungan antara dua wajib pajak atau lebih yang disebutkan terakhir.
- Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya, baik satu, dua, atau lebih wajib pajak yang berada di bawah kekuasaan yang sama, baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Terdapat hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh)
Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM, terdapat beberapa kriteria yang menentukan adanya hubungan istimewa, yaitu:
- Jika ada pengusaha yang memiliki kepemilikan atau kekuasaan langsung maupun tidak langsung terhadap 2 atau lebih pengusaha lainnya.
- Jika ada pengusaha yang menyumbangkan modal sebesar 25% atau lebih dari total modal pengusaha lainnya, atau jika ada hubungan antara pengusaha yang menyumbangkan modal sebesar 25% atau lebih dari beberapa pihak, serta hubungan antara dua atau lebih pihak yang dianggap terakhir.
Implikasi Hubungan Istimewa
a. Pengelakan Pajak (Tax Evasion):
Pemanfaatan hubungan istimewa seringkali digunakan untuk menghindari kewajiban pajak dengan cara yang sah namun dapat dipertanyakan dari segi moral. Perusahaan atau individu dapat memanipulasi struktur transaksi agar terlihat sebagai transaksi yang normal, padahal tujuan utamanya adalah mengurangi beban pajak.
b. Ketidakadilan dan Keadilan Pajak:
Transaksi dalam hubungan istimewa dapat menciptakan ketidakadilan dalam sistem perpajakan. Pihak yang memiliki akses dan keuntungan dari hubungan istimewa mungkin dapat menghindari kewajiban pajak yang seharusnya dibayar oleh pihak lain.
c. Kekurangan Transparansi:
Hubungan istimewa seringkali sulit terdeteksi dan dipantau oleh otoritas pajak karena kurangnya transparansi dalam pelaporan keuangan dan pelaporan pajak. Hal ini dapat menghambat upaya penegakan hukum pajak.
Upaya untuk Mencegah Penyalahgunaan Hubungan Istimewa
a. Meningkatkan Keterbukaan:
Dalam rangka meningkatkan keterbukaan, penting untuk memperbaiki pelaporan keuangan dan pajak agar transaksi dalam hubungan istimewa dapat teridentifikasi dengan lebih baik. Dengan adanya transparansi ini, pihak berwenang dapat dengan mudah menilai apakah transaksi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip perpajakan yang adil.
b. Penegakan Hukum yang Ketat:
Untuk meningkatkan penegakan hukum terhadap pelanggaran perpajakan yang melibatkan hubungan istimewa, diperlukan sanksi yang tegas sebagai bentuk detterent yang efektif. Hal ini dapat menjadi peringatan bagi pihak-pihak yang berusaha menghindari pajak dengan cara yang tidak etis.
c. Pengembangan Kebijakan Perpajakan yang Cermat:
Dalam rangka mencegah penyalahgunaan hubungan istimewa, perlu dilakukan revisi atau pengembangan kebijakan perpajakan yang bijaksana dan adil. Ini melibatkan peninjauan kembali pengaturan perpajakan dan penyesuaian kebijakan sesuai dengan perkembangan ekonomi dan sosial.
Pentingnya pengelolaan hubungan istimewa dalam konteks perpajakan tidak hanya untuk memastikan keadilan dalam pembayaran pajak, tetapi juga untuk mendukung keberlanjutan keuangan negara. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara pemerintah, otoritas pajak, dan sektor swasta dalam menciptakan lingkungan perpajakan yang adil, transparan, dan efisien. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.